Kafe, Musik, dan Mengusir Kesepian

Featured Image

Peran Musik dalam Kafe: Dari Masa Lalu hingga Era Modern

Kafe telah menjadi bagian penting dari kehidupan anak muda saat ini. Tidak hanya terdapat di kota-kota besar, tetapi juga di kota-kota kecil dan daerah pinggiran. Dulu, orang datang ke kafe hanya untuk minum kopi sambil berbincang-bincang. Sekarang, kafe menjadi tempat bagi para anak muda untuk mengekspresikan diri melalui konten yang aesthetic, lengkap dengan caption dan hashtag seperti "healing", "self-reward", dan "me-time".

Selain itu, seiring dengan meningkatnya tren pekerjaan lepas (freelancer) dan pekerja jarak jauh (remote workers), kafe juga menjadi tempat kerja yang nyaman. Bagi mahasiswa, kafe sering kali menjadi lokasi untuk mengerjakan tugas, skripsi, atau rapat organisasi.

Perubahan fungsi sosial kafe membuatnya terus beradaptasi. Kini, kafe melengkapi dirinya dengan menu kekinian, WiFi yang stabil, desain interior yang memanjakan mata, serta suasana dan vibes yang membuat pengunjung betah. Selain itu, musik juga memiliki peran penting dalam menciptakan suasana yang nyaman.

Sayangnya, aturan royalti musik dan lagu membuat banyak pelaku usaha kafe terpaksa menghentikan pemutaran musik. Beberapa kafe memilih memutar musik instrumental sebagai solusi. Contohnya, salah satu kafe yang saya kunjungi beberapa hari lalu hanya memutar musik instrumental.

Sejarah Musik di Kafe

Sejarah kemunculan kafe bermula pada pertengahan abad ke-15 di Kekaisaran Ottoman (Turki), khususnya di Istanbul. Pada masa itu, kafe atau yang dalam bahasa Turki disebut kahvehane menjadi tempat berkumpulnya orang dari berbagai kalangan untuk ngopi, berdiskusi, bermain catur, mendengarkan musik, dan menyaksikan pembacaan puisi/syair.

Di Prancis pada abad ke-17-18, muncul jenis kafe bernama caf chantant atau caf-concert, yang menampilkan pertunjukan musik pada masa Belle Époque. Musik yang dimainkan umumnya ringan, kadang bernuansa nakal atau cabul, tetapi tidak bersifat politis atau konfrontatif.

Pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, kafe sejenis ini juga menyebar ke negara-negara Eropa lainnya, seperti Italia, Jerman, dan Austria. Di Spanyol, khususnya di Madrid, caf de las salesas menjadi pusat pertunjukan flamenco profesional pada pertengahan abad ke-19 hingga tahun 1920-an.

Memasuki abad ke-20, di Amerika Serikat, popularitas kedai kopi sering dikaitkan dengan semakin dikenalnya musik folk. Kedai kopi biasanya berlokasi di gedung-gedung komunitas atau gereja, sehingga menjadi ruang sosial dan budaya alternatif yang inklusif dan egaliter.

Di era modern, kebanyakan kafe memutar musik dari rekaman atau playlist digital. Ada juga yang menghadirkan live music sebagai hiburan.

Polemik Aturan Royalti Musik

Polemik aturan royalti musik dan lagu ramai diperbincangkan setelah pengelola restoran Mie Gacoan di Bali dijadikan tersangka karena memutar lagu tanpa membayar royalti. Bahkan, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menyatakan bahwa meskipun pelaku usaha telah berlangganan aplikasi streaming berbayar, mereka tetap berkewajiban membayar royalti karena penggunaan musik di ruang publik tergolong penggunaan komersial.

Sebagai pengguna kafe, saya merasa musik membantu saya lebih semangat, terlebih jika yang diputar adalah lagu-lagu upbeat. Musik juga senantiasa menemani saya ketika sedang me-time di luar rumah sambil membaca buku atau menulis.

Buku Cafe dan Suasana Tenang

Di book cafe, saya lebih suka musik yang menenangkan. Salah satu book cafe yang sering saya kunjungi adalah Kopi Pakpos Toegoe di sekitar Tugu Jogja. Alih-alih memutar lagu-lagu Indonesia atau Barat yang lagi hits, kafe ini memutar lagu-lagu Belanda. Setiap kali ke sana, rasanya seperti kembali ke zaman VOC.

Kafe Tanpa Musik: Tetap Asyik

Beberapa kafe menyiasati pro kontra royalti musik dengan memutar lagu-lagu Barat, instrumental, atau suara alam. Namun, ada kabar bahwa lagu Barat dan suara alam pun tetap kena royalti.

Bagi yang terbiasa dengan kafe yang ada musiknya, mungkin aturan ini terasa tidak asyik. Masuk kafe hanya mendengar denting sendok dan garpu pengunjung yang sedang makan.

Untuk menghindari hal tersebut, lebih baik siapkan earphone dan playlist lagu kesayangan. Cara lain yang pernah saya coba adalah dengan memilih duduk di area outdoor. Kafe yang saya kunjungi memiliki area outdoor yang asri dan adem karena dikelilingi pepohonan rindang. Suasana inilah yang menemani saya menikmati sore hari yang agak panas di awal musim kemarau. Di sini, saya bisa menyelesaikan bacaan sambil ditemani campuran antara suara orang ngobrol, suara kendaraan lewat, dan suara burung yang bukan berasal dari perangkat pemutar musik.

0 Komentar