
Kota Berkelanjutan: Keamanan dan Kesadaran Masyarakat yang Menonjol
Kota yang berkelanjutan tidak hanya dilihat dari segi lingkungan atau infrastruktur, tetapi juga dari aspek keamanan dan kesadaran masyarakat. Salah satu contoh kota yang memenuhi kriteria ini adalah Tokyo. Di sana, tingkat keamanan dan kesadaran warga sangat tinggi, sehingga membuat kota ini menjadi model yang layak ditiru.
Salah satu contoh nyata yang bisa diambil dari pengalaman pribadi adalah ketika adik saya sekeluarga berkunjung ke Jepang beberapa bulan lalu. Saat sedang berada di toilet umum di Tokyo, salah satu anggota keluarga melupakan ponselnya. Setelah menyadari kehilangan tersebut, mereka langsung kembali ke tempat kejadian. Ternyata, ponsel itu masih tergeletak di toilet, meskipun banyak orang yang lewat dan masuk ke dalam ruangan tersebut.
Fenomena seperti ini bukanlah hal yang langka di Tokyo. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh William Park dan Johanna Airth di BBC Future pada tahun 2018, disebutkan bahwa lebih dari 545.000 kartu identitas hilang namun berhasil dikembalikan kepada pemiliknya oleh Polisi Metropolitan Tokyo. Angka ini mencapai 73 persen dari total kartu identitas yang hilang. Selain itu, ada 130.000 ponsel (83 persen) dan 240.000 dompet (65 persen) yang juga kembali ke pemiliknya.
Ini menunjukkan bahwa masyarakat Tokyo memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengembalikan barang yang hilang. Jika seseorang kehilangan sesuatu, mereka bisa langsung memeriksa kembali ke lokasi kehilangan tersebut, bertanya di Lost and Found Centre, atau menghubungi pos polisi terdekat. Pos polisi di Tokyo biasa disebut sebagai 'koban', dan mudah ditemukan di hampir setiap area ramai.
Budaya Kesadaran Tinggi dan Ketaatan Aturan
Mengapa masyarakat Jepang begitu sadar dan taat aturan? Ini menjadi pertanyaan yang sering dibahas. Ada teori hukum H.C Kelman yang menjelaskan tiga jenis ketaatan, yaitu Compliance, Identification, dan Internalization. Compliance terjadi karena takut akan sanksi. Identification terjadi karena ingin menjaga hubungan baik. Sementara itu, Internalization terjadi karena aturan tersebut sudah sesuai dengan nilai dan prinsip hidup seseorang.
Jika kita melihat tingkat kesadaran masyarakat Jepang, tampaknya mereka sudah mencapai level Internalization. Mereka tidak hanya taat karena takut sanksi, tetapi juga karena merasa bahwa aturan tersebut penting bagi kehidupan bersama.
Selain itu, ada analisis yang menyebutkan bahwa daya beli dan kemampuan ekonomi yang cukup serta kesenjangan sosial yang tidak terlalu besar menjadi faktor penurunan tingkat kejahatan di Jepang. Ketersediaan lapangan kerja yang stabil dan pendidikan yang merata turut mendukung kondisi ini.
Pengaruh Ekonomi terhadap Tingkat Kejahatan
Tingkat pendidikan, kecukupan pendapatan, dan daya beli memang memiliki dampak signifikan terhadap tingkat kejahatan. Hal ini didukung oleh studi yang dilakukan oleh ekonom Bank Dunia Pablo Fajnzylber, Daniel Lederman, dan Norman Loayza pada tahun 2002. Mereka menemukan bahwa tingkat kejahatan dan kesenjangan sosial berkorelasi positif. Artinya, semakin besar kesenjangan, semakin tinggi tingkat kejahatan.
Teori ini juga sejalan dengan pandangan ekonom Amerika Gary Becker, yang menyatakan bahwa peningkatan ketimpangan pendapatan dapat meningkatkan tingkat kejahatan. Oleh karena itu, ekonomi suatu negara memang berpengaruh besar dalam mengurangi insiden kejahatan.
Saat ini, indeks kesenjangan di Jepang berdasarkan metode Koefisien Gini menurut data Bank Dunia adalah 0,31. Tingkat pengangguran juga sangat rendah, yaitu 2,5 persen. Angka ini jauh lebih baik dibandingkan negara-negara maju lainnya.
Kehidupan Sibuk dan Penyebab Kejahatan
Selain faktor ekonomi, kejahatan juga bisa muncul dari kebosanan. Banyak orang yang memiliki waktu luang tetapi tidak tahu harus melakukan apa. Di Jepang, masyarakatnya terlihat sangat sibuk. Bahkan setelah masa pensiun, banyak warga Jepang masih bekerja paruh waktu hingga usia 70-80 tahun. Mereka juga aktif berkebun, bertani, atau menjadi relawan.
Dengan aktivitas yang padat, energi dan pikiran masyarakat tidak terbuang percuma. Hal ini juga menjadi salah satu faktor yang mencegah terjadinya kejahatan. Kehidupan yang dinamis dan terstruktur membantu menjaga keteraturan dan kesadaran masyarakat.
0 Komentar