
Rumah Dahor Heritage: Saksi Bisu Sejarah Industri Minyak di Balikpapan
Di tengah perubahan yang terus berlangsung di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, masih berdiri megah sebuah bangunan tua yang menjadi saksi bisu dari sejarah panjang industri minyak. Rumah Dahor Heritage bukan hanya sekadar bangunan lama, tetapi juga simbol kearifan lokal dan perjuangan masyarakat yang membentuk identitas kota ini.
Sejarah dan Asal Usul Rumah Dahor
Rumah Dahor pertama kali dibangun pada dekade 1920-an oleh Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), sebuah perusahaan minyak Belanda yang merupakan bagian dari Royal Dutch Shell. Lokasinya berada di Jalan Letjen Suprapto, hanya 200 meter dari Teluk Balikpapan. Awalnya, rumah ini difungsikan sebagai tempat tinggal bagi pekerja kelas menengah di kilang minyak Balikpapan.
Nama "Dahor" berasal dari sumur minyak BPM yang berada di daerah Tabalong, Kalimantan Selatan, yang aktif antara tahun 1930 hingga 1939. Nama tersebut kemudian menjadi identitas dari bangunan ini.
Arsitektur dan Keunikan Lokal
Rumah Dahor dirancang sebagai rumah panggung, yaitu struktur bangunan yang ditinggikan dari tanah untuk menghindari banjir air laut dan melindungi penghuni dari ancaman hewan buas. Gaya arsitektur yang digunakan mencerminkan elemen-elemen dari rumah adat Lamin suku Dayak dan rumah Banjar dari Kalimantan Selatan.
Material utama yang digunakan dalam pembangunan adalah kayu ulin, meranti, dan bengkirai. Fondasi bangunan terbuat dari beton setinggi satu meter. Jendela rumah memiliki ketinggian hampir dua meter dan dilengkapi dengan kaca bergaya Belanda. Warna cat dominan adalah hijau dan kuning gading, serta pagar kecil yang terbuat dari bilah bambu atau kayu.
Menurut Rudiansyah, pengelola Rumah Dahor dan pendiri Komunitas Dahor Heritage Balikpapan, secara umum, rumah ini tidak mengalami perubahan signifikan sejak awal dibangun pada 1920-an.
Perubahan Fungsi dan Status Cagar Budaya
Selama beberapa dekade, Rumah Dahor digunakan sebagai tempat tinggal para pekerja minyak dari era BPM hingga Permina yang kemudian berubah menjadi Pertamina pada 1968. Pada tahun 2015, rumah ini dikosongkan.
Pada 14 November 2011, Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi menetapkan Rumah Dahor sebagai cagar budaya. Pada 2023, pengukuhan ini diperkuat kembali oleh Wali Kota Rahmad Mas’ud dengan dukungan dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).
Sejak 2016, Pertamina bekerja sama dengan Komunitas Dahor Heritage mengubah fungsi rumah ini menjadi museum, taman baca, dan perpustakaan mini. Kini, Rumah Dahor menjadi destinasi wisata edukasi yang menarik banyak pengunjung setiap bulannya, mulai dari pelajar hingga wisatawan asing.
Dokumentasi Sejarah dan Masa Perang Dunia II
Di dalam museum Rumah Dahor tersimpan berbagai dokumentasi sejarah Balikpapan, terutama masa kolonial Belanda. Arsip-arsip ini diperoleh dari Tropen Museum di Belanda dan dokumen perang dari Australia. Menurut Rudiansyah, dokumen-dokumen ini penting untuk mengingatkan masyarakat tentang peran Balikpapan sebagai pusat pengolahan minyak terbesar pada masa kolonial.
Rumah Dahor juga menjadi saksi penting selama Perang Dunia II. Pada Juli 1945, sekitar 30 ribu tentara Sekutu, termasuk dari Australia, menyerang pasukan Jepang yang menguasai Balikpapan. Rumah Dahor berhasil selamat dari serangan bom dan kini menjadi bukti fisik pentingnya kota ini dalam sejarah militer dan industri.
Warisan Hidup dan Edukasi Publik
Meskipun sebagian besar rumah panggung terdampak perluasan kilang minyak Pertamina, unit-unit yang tersisa kini dimanfaatkan sebagai pusat edukasi sejarah. Rumah Dahor menjadi simbol semangat kebangsaan dan kearifan lokal yang terus dijaga.
Kini, rumah ini telah berubah menjadi destinasi wisata edukasi yang menarik ratusan pengunjung setiap bulannya. Dengan segala sejarah dan keunikan yang dimilikinya, Rumah Dahor bukan hanya sekadar bangunan, tetapi juga cerminan dari kearifan lokal dan semangat kebangsaan yang harus terus dijaga.
0 Komentar