Doa Rabu Wekasan 2025, Amalan Penolak Bala di Akhir Bulan Safar

Featured Image

Tradisi Rabu Wekasan dalam Kehidupan Masyarakat Muslim

Di akhir bulan Safar 1447 H, masyarakat Muslim khususnya di wilayah Jawa, Sunda, Madura, dan pesisir Sumatera kembali merayakan tradisi yang dikenal sebagai Rabu Wekasan. Tradisi ini dianggap sebagai momen penting untuk berdoa dan beramal guna memohon perlindungan dari segala ujian yang bisa datang.

Nama dan Makna Tradisi

Meski memiliki nama berbeda seperti Rebo Wekasan, Rebo Kasan, atau Rebo Pungkasan, makna intinya tetap sama: untuk memohon perlindungan dari bala dan musibah. Dalam kalender Hijriyah, Rabu Wekasan jatuh pada hari Rabu terakhir bulan Safar. Tahun ini, hari tersebut jatuh pada 20 Agustus 2025, yang bertepatan dengan 26 Safar 1447 H.

Sejarah dan Asal Usul

Tradisi ini dipengaruhi oleh ajaran Syekh Ahmad bin Umar ad-Dairabi dalam kitab Mujarrabat ad-Dairabi. Menurut beliau, setiap tahun pada hari Rabu terakhir bulan Safar, turun 320 ribu bala. Untuk menghadapi hal itu, Syekh ad-Dairabi menyarankan umat Islam melakukan shalat sunnah empat rakaat. Setiap rakaat, setelah membaca surat al-Fatihah, dibacakan al-Kautsar 17 kali, al-Ikhlas 5 kali, serta al-Falaq dan an-Nas masing-masing sekali.

Setelah salam, dibaca doa khusus agar Allah menjaga dari segala bencana sepanjang tahun. Doa ini menjadi bagian penting dari amalan Rabu Wekasan.

Doa yang Dianjurkan

Doa yang diajarkan oleh Syekh Ahmad bin Umar ad-Dairabi berbunyi:

Bismillahirrahmanirrahim. Allahumma ya syadidal quwa, wa ya syadidal mihal, ya ‘azizu, ya man dzallat li ‘izzatika jami‘u khalqika, ikfini min syarri jami‘i khalqika. Ya muhsinu, ya mujmil, ya mutafadhdhil, ya mun‘im, ya mutakarrim, ya man la ilaha illa anta, irhamni birahmatika, ya arhamar rahimin.

Allahumma bisirril Hasan wa akhihi, wa jaddihi wa abihi, wa ummihi wa baniha, ikfini syarra hadzal yaum wa ma yanzilu fihi, ya kafiyal muhimmat, ya dafi‘al baliyat. Fasayakfikahumullahu wahuwa as-sami‘ul ‘alim. Hasbunallahu wa ni‘mal wakil, wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhim. Wa shallallahu ‘ala sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.

Artinya: "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah, wahai Yang Maha Kuat, wahai Yang Maha Dahsyat dalam melakukan pembalasan, wahai Yang Maha Perkasa, wahai Dzat yang seluruh makhluk tunduk kepada kemuliaan-Mu, lindungilah aku dari kejahatan seluruh makhluk-Mu."

Pandangan Ulama

Beberapa ulama menyatakan bahwa tidak ada dalil shahih yang secara khusus menganjurkan shalat Rabu Wekasan. Oleh karena itu, jika dilakukan dengan niat "shalat Safar" atau "shalat Rabu Wekasan", maka hukumnya tidak sah. Namun, beberapa ulama memberikan kelonggaran jika diniatkan sebagai shalat sunnah mutlak, bukan karena keyakinan bahwa bulan Safar membawa kesialan.

Tradisi Budaya di Yogyakarta

Selain amalan pribadi, Rabu Wekasan juga diwujudkan dalam perayaan budaya. Di Wonokromo, Bantul, Yogyakarta, setiap tahun digelar upacara adat Rebo Pungkasan. Acara ini dimulai dengan kirab budaya dari Masjid Taqwa Wonokromo menuju Pendopo Kalurahan Wonokromo. Puncak acara adalah Nglarap Lemper Ageng, yakni pembuatan lemper raksasa sebagai simbol doa keselamatan, keberkahan, dan rezeki.

Tradisi ini diyakini sudah ada sejak abad ke-18 dan terkait dengan tokoh agama seperti Kiai Faqih Usman atau Kiai Welit. Warga Wonokromo menjaga ritual ini sebagai sarana tolak bala sekaligus ajang kebersamaan.

Makna Spiritual

Rabu Wekasan bukan hanya tentang keyakinan akan turunnya bala, tetapi juga menjadi sarana memperbanyak ibadah. Imam Abdurrauf al-Munawiy dalam Faidh al-Qadir menjelaskan bahwa amalan ini diperbolehkan selama diniatkan untuk taubat, mendekatkan diri kepada Allah, dan berbuat baik, bukan karena takut akan “hari sial.”

Karena itu, umat Islam bisa memanfaatkan Rabu Wekasan sebagai momen memperbaiki diri, bersedekah, mempererat silaturahmi, dan berdoa memohon keselamatan sepanjang tahun.

0 Komentar