Legenda Timnas Indonesia Ramang Dianugerahi Bintang Jasa di Bawah Mahaputera

Legenda Timnas Indonesia Ramang Dianugerahi Bintang Jasa di Bawah Mahaputera

Penghargaan Tanda Kehormatan Bintang Jasa untuk Legenda Sepak Bola Indonesia

Andi Ramang, seorang legenda sepak bola Indonesia dari PSM Makassar, mendapatkan penghargaan Tanda Kehormatan Bintang Jasa. Penghargaan ini diberikan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 75/TK/Tahun 2025. Penyerahan anugerah dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Presiden pada Senin (25/8/2025).

Bintang Jasa adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada individu yang memiliki jasa besar terhadap negara dan bangsa dalam bidang tertentu. Tanda kehormatan ini ditetapkan pada tahun 1963 dan berada setingkat di bawah Bintang Mahaputera. Kelas pertama dari Bintang Jasa disebut sebagai "Bintang Jasa Utama", yang secara langsung dikuasai oleh Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.

Selain Andi Ramang, empat tokoh dari Sulawesi Selatan juga mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputera.

Sejarah Karier Andi Ramang

Andi Ramang lahir pada 24 April 1924 dan meninggal pada 26 September 1987. Ia adalah pemain sepak bola legendaris yang dikenal dengan julukan Si Kancil. Ia dianggap sebagai salah satu pemain terbesar sepanjang sejarah sepak bola Indonesia. Bakatnya dalam menendang salto dan kemampuan mencetak gol dari sudut sempit membuat namanya melegenda.

Dalam dokumen resmi FIFA, ia tercatat sebagai Rusli Ramang. Sebagai penyerang, Ramang membawa PSM Makassar meraih gelar juara pada era Perserikatan dan memperkuat tim nasional Indonesia. Bagi masyarakat Makassar dan Bugis, namanya menjadi simbol kejayaan sepak bola.

Awal Karier dan Perkembangan

Ramang lahir di Barru, Sulawesi Selatan. Ayahnya, Djonjo Daeng Nyo’lo, adalah ajudan Raja Gowa yang piawai bermain sepak takraw. Bakat ayahnya menurun pada Ramang yang sejak kecil terbiasa bermain bola menggunakan alat sederhana seperti rotan, kain, hingga buah jeruk. Kebiasaan ini membentuk gaya khasnya: mencetak gol lewat tendangan salto.

Karier Ramang dimulai pada 1939 bersama klub di Barru. Ia sempat berhenti pada 1943 untuk menikah dan membuka warung kopi kecil. Setelah anak pertamanya meninggal, ia pindah ke Ujungpandang (kini Makassar) dan bekerja sebagai tukang becak lalu sopir truk, sembari tetap bermain sepak bola.

Pada 1947, ia bergabung dengan Makassar Voetbal Bond (MVB), cikal bakal PSM Makassar. Saat membela klub Persis (Persatuan Sepak Bola Induk Sulawesi), ia mencetak sebagian besar gol dalam kemenangan 9-0. Penampilan itu membuat PSM merekrutnya. Sejak saat itu, Ramang menjadi ikon PSM dan tim nasional Indonesia.

Prestasi Masa Lalu

Pada 1952, Ramang menggantikan Sunardi yang mengikuti latihan di Jakarta. Sejak itu ia menjadi pemain utama PSSI. Didampingi Suardi Arlan di kanan dan Nursalam di kiri, ia tampil bak kuda kepang di tengah gelanggang. Sebagai penyerang tengah, permainannya memukau.

Setahun kemudian, ia berkeliling ke berbagai negara dan namanya melesat menjadi idola penonton sekaligus ditakuti lawan. Dalam lawatan 1954 ke Asia (Filipina, Hongkong, Thailand, Malaysia), PSSI hampir menyapu bersih lawan-lawannya. Dari total 25 gol yang tercipta, PSSI hanya kebobolan enam gol, sembilan belas di antaranya lahir dari kaki Ramang.

Berkat prestasinya, Indonesia diperhitungkan sebagai kekuatan baru sepak bola Asia. Kesebelasan Eropa pun mulai menguji PSSI. Lawannya antara lain Yugoslavia dengan kiper legendaris Beara, Stade de Reims dengan Raymond Kopa, Rusia dengan Lev Yashin, klub Locomotive dengan Bubukin, hingga Grasshoppers dengan Roger Vollentein.

Keistimewaan dan Kenangan

Ramang dikenal haus gol. Ia mampu menembak dari sudut mana pun, dalam situasi tersulit, bahkan sambil berlari kencang. Keunggulan utamanya adalah tendangan salto, warisan keterampilan dari sepak raga. Gol salto kerap ia persembahkan, salah satunya saat Indonesia mengalahkan RRC 2-0 di Jakarta menjelang kualifikasi Piala Dunia 1958. Dua gol kemenangan itu dicetak Ramang, satu di antaranya melalui salto.

Popularitas Ramang begitu besar. Pada era 1950-an, banyak orangtua menamai anak laki-lakinya dengan nama Ramang. Ketika ditanya tentang pertandingan paling berkesan, Ramang menyebut laga PSSI melawan Uni Soviet pada Olimpiade Melbourne 1956. “Waktu itu saya hampir mencetak gol, tapi kaus saya ditarik dari belakang,” kenangnya.

0 Komentar