
Kebijakan Pajak E-Commerce yang Resmi Berlaku
Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani telah resmi menerapkan pajak e-commerce sejak Senin (14/7). Aturan ini mencakup berbagai kriteria pedagang online yang wajib membayar pajak sebesar 0,5%. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan atau PMK Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak atas Penghasilan Pedagang dalam Negeri yang Bertransaksi Melalui Sistem Elektronik.
Besarnya pungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto yang diterima pedagang dalam negeri, sebagaimana tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk PPN dan PPnBM. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 8 Ayat 1 PMK 37 Tahun 2025.
Kriteria Pedagang Online yang Terkena Pajak
Pedagang dalam negeri yang dimaksud adalah perorangan maupun badan usaha yang berjualan di e-commerce atau marketplace, yang menerima penghasilan memakai rekening bank atau rekening keuangan sejenis, dan bertransaksi menggunakan alamat internet protocol alias IP Indonesia maupun nomor telepon dengan kode telepon Negara Indonesia. Aturan ini juga mencakup perusahaan jasa pengiriman atau ekspedisi, perusahaan asuransi, dan pihak lainnya yang melakukan transaksi dengan pembeli barang dan/atau jasa melalui e-commerce atau marketplace.
Untuk pedagang dalam negeri perorangan yang memiliki peredaran bruto pada tahun pajak berjalan di atas Rp 500 juta, mereka wajib membayar pajak sebesar 0,5%. Jika penjualannya di bawah Rp 500 juta, penjual tetap harus menyampaikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat korespondensi, serta surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) paling lambat akhir bulan.
Besaran Pajak E-Commerce
Besaran pajak yang harus dibayarkan pedagang online yakni 0,5% dari penjualan. Rinciannya sebagai berikut:
- Wajib Pajak Orang Pribadi
- Di bawah atau sampai dengan Rp 500 juta: Tidak dipungut PPh
- Di antara Rp 500 juta – Rp 4,8 miliar: 0,5% PPh Final (memenuhi ketentuan PP-55/2022)
-
Di atas Rp 4,8 miliar: 0,5% Tidak Final
-
Wajib Pajak Badan
- Di bawah atau sampai dengan Rp 4,8 miliar: 0,5% PPh Final (memenuhi ketentuan PP-55/2022)
- Di atas Rp 4,8 miliar: 0,5% Tidak Final
Jika termasuk PPh final, maka wajib pajak tidak perlu menghitung ulang pajak yang sudah dipungut ini dalam SPT Tahunan. Namun pungutan ini tidak bisa dikreditkan atau dikurangkan dari pajak lainnya. Jika termasuk PPh tidak final, maka wajib menghitung penghasilan dikurangi biaya dan dikenakan tarif pajak progresif (perorangan) atau tarif 22% (badan). Meski begitu, pajak yang sudah dipotong/dipungut/dibayar bisa dikreditkan di SPT Tahunan.
Contoh Perhitungan Pajak E-Commerce
Contoh yang diberikan oleh Kementerian Keuangan adalah pedagang online perorangan berinisial WY yang menjual komputer seharga Rp 8 juta pada 2 September 2025. Pengiriman dilakukan menggunakan jasa pengiriman PT FQ Rp 150 ribu dan memakai asuransi dari PT YS dengan biaya Rp 50 ribu. WY sudah menyampaikan informasi berupa NPWP/NIK, alamat korespondensi, dan surat pernyataan bahwa ia memiliki peredaran bruto hingga Rp 500 juta. Dengan demikian, Kemenkeu tidak menagih pajak e-commerce 0,5% atas komputer yang dijual WY.
Namun, Kemenkeu akan mengenakan pajak 0,5% dari jasa pengiriman PT FQ Rp 150 ribu dan memakai asuransi dari PT YS dengan biaya Rp 50 ribu. Besarannya yakni 0,5% dari Rp 150 ribu yakni Rp 750, dan dari Rp 50 ribu yaitu Rp 250, sehingga totalnya Rp 1.000. Yang bertugas memungut PPh 0,5% kepada perusahaan jasa pengiriman dan asuransi adalah platform e-commerce.
Pedagang Online yang Bebas Pajak
Beberapa pedagang online mungkin bebas dari pajak e-commerce jika memenuhi syarat tertentu. Misalnya, jika pedagang online berinisial NLG menyampaikan NPWP/NIK dan alamat korespondensi, namun tidak menyertakan surat pernyataan bahwa ia memiliki peredaran bruto hingga Rp 500 juta, maka apabila ia menjual tas seharga Rp 300 ribu, tetap dikenakan PPh 0,5%.
Aturan ini berlaku untuk berbagai platform seperti Shopee, Blibli, Tokopedia, Lazada, dan lainnya. Jika pedagang memiliki penghasilan di atas Rp 500 juta, maka mereka harus menyampaikan surat keterangan baru kepada platform e-commerce agar tidak mendapatkan bebas pajak.
0 Komentar