
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Berdampak Signifikan pada Kinerja BUMN
Proyek besar yang dijalankan selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tekanan berat terhadap keuangan perusahaan-perusahaan milik negara. Salah satu proyek yang menjadi sorotan adalah Pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), yang dikenal juga dengan nama Whoosh. Proyek ini awalnya direncanakan dengan anggaran sebesar Rp 86,67 triliun. Namun, dalam realisasi, biaya proyek mengalami pembengkakan hingga mencapai US$ 7,27 miliar atau setara dengan Rp 112 triliun.
Biaya Membengkak dan Dampak Finansial yang Besar
Proyek kereta cepat yang dimulai sejak tahun 2016 ini mengalami cost overrun (kelebihan biaya) yang cukup signifikan. Awalnya hanya membutuhkan dana sekitar US$ 6 miliar, namun akhirnya meningkat menjadi lebih dari tujuh miliar dolar AS. Hasil audit bersama antara Indonesia dan Tiongkok menunjukkan bahwa total biaya pembangunan KCJB kini mencapai US$ 7,27 miliar atau sekitar Rp 108,14 triliun.
Selain itu, setelah proyek rampung dan beroperasi, Whoosh terus mengalami kerugian yang sangat besar. Empat BUMN Indonesia yang tergabung dalam konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) harus ikut menanggung beban utang dan bunga tinggi kepada pihak Tiongkok. Mayoritas pendanaan proyek ini berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), sementara sisanya didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta modal dari konsorsium perusahaan patungan BUMN Indonesia dan Tiongkok.
Kerugian yang Terus Berlanjut
Dalam laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) per 30 Juni 2025 (unaudited), PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PT PSBI) sebagai entitas asosiasi KAI mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp 4,195 triliun sepanjang tahun 2024. Kerugian tersebut terus berlanjut di tahun 2025, dengan PT PSBI merugi sebesar Rp 1,625 triliun hingga bulan Juni 2025.
Dampak dari kerugian besar yang dialami PT PSBI sebagai pemegang saham mayoritas di PT KCIC, membuat perusahaan-perusahaan BUMN yang tergabung dalam konsorsium harus ikut menanggung renteng kerugian dari operasional Whoosh. Contohnya, PT KAI sebagai pemimpin konsorsium dengan kepemilikan 58,53% saham PT PSBI, harus ikut menanggung rugi hingga Rp 1 triliun pada semester pertama 2025, yaitu sebesar Rp 951,48 miliar. Sementara pada tahun 2024, KAI harus menanggung rugi sebesar Rp 2,23 triliun.
Struktur Konsorsium dan Tanggung Jawab Bersama
Konsorsium KCIC terdiri dari sembilan perusahaan. Dari pihak Indonesia, terdapat empat BUMN, yakni PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang bertindak sebagai pemimpin konsorsium. Sementara dari pihak Tiongkok, lima perusahaan bergabung, yaitu China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, serta China Railway Signal and Communication Corp.
Di Indonesia, keempat BUMN tersebut membentuk badan usaha bernama PT PSBI. Adapun pihak Tiongkok membentuk konsorsium China Railway. Kedua pihak kemudian mendirikan konsorsium bersama dengan nama PT KCIC. Dalam struktur kepemilikan, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia memegang 60 persen saham KCIC, sedangkan 40 persen sisanya dikuasai konsorsium Tiongkok.
Upaya Restrukturisasi Utang
Sebelumnya, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) mengungkapkan rencana untuk melakukan restrukturisasi utang proyek kereta cepat. CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, menyatakan bahwa pihaknya saat ini masih dalam tahap evaluasi agar proses restrukturisasi dapat dilakukan secara menyeluruh.
"Kita sedang sedang evaluasi nih. Kita mau memastikan supaya ini bisa, kalau kita melakukan suatu corporate action itu tuntas gitu ya. Jadi bukan hanya sifatnya menunda masalah," ujarnya saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Meski demikian, Rosan belum bersedia mengungkapkan detail langkah yang akan diambil. "Jadi kita akan lakukan nanti pada saatnya kita akan umumkan langkah-langkah kita dalam langkah kita merestrukturisasi dari KCIC atau Whoosh ini," katanya.
Rencana restrukturisasi ini sebelumnya juga pernah disampaikan oleh Chief Operating Officer (COO) BPI Danantara, Dony Oskaria. Ia mengatakan, pihaknya akan mengusulkan beberapa alternatif penyelesaian kepada pemerintah.
"Memang kereta cepat ini sedang kita pikirkan, dan segera akan kita usulkan. Tapi kan solusinya masih ada beberapa alternatif yang akan kita tawar, kita sampaikan kepada pemerintah mengenai penyelesaian daripada kereta cepat ini," ujar Dony saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, pada 23 Juli 2025.
Menurut Dony, restrukturisasi ini penting dilakukan demi menjaga kinerja BUMN yang terlibat, khususnya PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pemimpin konsorsium Indonesia.
0 Komentar