Shopee, Blibli, Tokopedia, Lazada Siap Terapkan Pajak E-Commerce September

Featured Image

Aturan Pajak E-Commerce yang Diberlakukan di Indonesia

Kementerian Keuangan telah mengeluarkan aturan pajak terhadap aktivitas e-commerce. Namun, platform seperti Shopee, Blibli, Tokopedia, dan Lazada kemungkinan baru akan mulai menerapkan pemungutan pajak dalam waktu satu hingga dua bulan ke depan, yaitu pada Agustus atau September.

Direktur Peraturan Perpajakan I dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Hestu Yoga Saksama, menjelaskan bahwa penerapan aturan pajak e-commerce akan dilakukan secara bertahap agar semua pihak yang terlibat memiliki kesempatan untuk menyesuaikan diri. “Kami sudah berkomunikasi dengan marketplace. Kami melakukan sosialisasi dan mereka juga membutuhkan penyesuaian di sistem mereka. Ketika mereka siap untuk implementasi, mungkin dalam satu sampai dua bulan ke depan kami tetapkan mereka sebagai pemungut PMSE,” ujarnya dalam taklimat media di Jakarta.

Kriteria Pedagang Online yang Terkena Pajak 0,5%

Aturan pajak e-commerce tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak atas Penghasilan Pedagang dalam Negeri yang Bertransaksi Melalui Sistem Elektronik.

Besarnya pungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto yang diterima pedagang dalam negeri, sebagaimana tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk PPN dan PPnBM.

Kriteria yang Harus Dipenuhi:

  • Pedagang dalam negeri
    Termasuk perorangan maupun badan usaha yang berjualan di e-commerce atau marketplace, yang menerima penghasilan melalui rekening bank atau rekening keuangan sejenis, dan bertransaksi menggunakan alamat internet protocol (IP) Indonesia maupun nomor telepon dengan kode telepon Negara Indonesia.

  • Pedagang dalam negeri perorangan yang memiliki peredaran bruto pada tahun pajak berjalan di atas Rp 500 juta

  • Pedagang dalam negeri berupa badan usaha

Daftar Pedagang Online yang Bebas Pajak 0,5%

Beberapa pedagang online tidak wajib membayar pajak e-commerce sebesar 0,5%, antara lain:

  • Pedagang dalam negeri perorangan yang memiliki peredaran bruto di bawah Rp 500 juta
    Meskipun bebas pajak, penjual tetap harus menyampaikan informasi berupa:
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK)
  • Alamat korespondensi
  • Surat pernyataan sebagai Pedagang Dalam Negeri memiliki peredaran bruto pada tahun pajak berjalan sampai dengan Rp 500 juta

  • Penjualan jasa pengiriman/ekspedisi oleh pedagang dalam negeri, yang merupakan wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sebagai mitra perusahaan aplikasi berbasis teknologi yang memberikan jasa angkutan misalnya, pengemudi ojol atau taksi online

  • Penjualan barang/jasa oleh pedagang dalam negeri yang menyampaikan informasi surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan PPh

  • Penjualan pulsa dan kartu perdana

  • Penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, batu permata, dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batangan

  • Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya

Tujuan Aturan Pajak E-Commerce

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu, Rosmauli, menjelaskan bahwa pengaturan ini bertujuan menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha digital dan konvensional. Ia menyebut, praktik ini sudah diterapkan di beberapa negara seperti Meksiko, India, Filipina, dan Turki.

0 Komentar