
Lima Pemuda Aceh Timur Mengalami Penyiksaan di Kapal Nelayan
Beberapa waktu lalu, lima pemuda asal Aceh Timur mengalami perlakuan tidak manusiawi saat bekerja sebagai nelayan di salah satu kapal pemancing cumi di kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Mereka akhirnya berhasil melarikan diri dan kembali ke Aceh Timur pada Sabtu (23/8/2025). Kedatangan mereka disambut langsung oleh Bupati Aceh Timur Iskandar Usman Al-Farlaky di Pendopo Idi Rayeuk.
Kelima pemuda tersebut terdiri dari tiga warga Aceh Timur yaitu Osama (23 tahun) dan Ahyatul Kamal, yang berasal dari Kecamatan Birem Bayeun, serta Mohammad Azhar (22 tahun) dari Kecamatan Rantau Seulamat. Sementara dua lainnya adalah Abdul Azis (20 tahun) dan Ahmad Idrus (20 tahun) dari Aceh Tamiang.
Salah satu korban, Abdul Azis, menceritakan bahwa awalnya mereka ditawarkan pekerjaan oleh kapten kapal bernama Ali, seorang warga Aceh. Mereka dijanjikan kontrak kerja selama 10 bulan dengan upah harian sebesar 100 ribu rupiah. Dengan kondisi ekonomi yang memprihatinkan, mereka pun setuju untuk bekerja.
Pemuda-pemuda ini berangkat pada 20 Juni 2025 dibawa oleh kapten kapal tersebut. Di Jakarta, mereka bertemu dengan tiga rekan lainnya yang berasal dari Aceh Timur. Dari Jakarta, mereka kemudian dibawa ke Tanjung Priok, Muara Baru, dan akhirnya menuju Merauke untuk memancing cumi di laut.
Namun, dalam perjalanan, mereka tidak pernah diberi surat kontrak seperti yang dijanjikan. Upah yang diterima juga jauh lebih rendah dari yang diharapkan, hanya berkisar antara 35 hingga 100 ribu per hari. Mereka hanya diberi makan dua kali sehari, padahal tubuh mereka bekerja seharian dan butuh makan tiga kali sehari.
Selain itu, penyiksaan semakin terasa saat mereka dilarang menggunakan air tawar untuk keperluan sehari-hari. Meskipun stok air tawar di kapal masih penuh, mereka tidak diperbolehkan menggunakannya. Bahkan, mereka harus mandi dan sikat gigi menggunakan air asin dari laut. Mie satu kardus hanya cukup untuk dua puluh hari per orang, sementara air tawar selalu dikunci agar tidak bisa diambil.
Azis menjelaskan bahwa hanya kelima pemuda tersebut yang mengalami perlakuan buruk karena mereka baru bekerja. Dari 27 ABK di kapal tersebut, 25 diantaranya merupakan warga Aceh, sedangkan dua lainnya berasal dari Jawa.
Akibat perlakuan yang tidak manusiawi, kelima pemuda tersebut memutuskan untuk melarikan diri. Mereka sepakat untuk pergi setelah melihat kondisi yang semakin memburuk, termasuk istirahat yang kurang dan pembatasan konsumsi air tawar.
Pada Rabu, 6 Agustus 2025, jam 9.00 WIB, mereka melompat dari kapal dan berenang sejauh 8 mil selama 9 jam. Selama perjalanan, mereka saling menanyakan kabar dan berenang bersama agar bisa mencapai daratan. Setelah melewati lautan kepulauan Aru selama 9 jam, mereka akhirnya ditemukan oleh kapal nelayan dari Desa Ngaibor dan dibawa ke daratan.
Setelah diverifikasi sebagai warga Aceh, mereka dibawa ke Dinas Sosial Kepulauan Aru. Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky, telah melakukan komunikasi dengan Bupati Kepulauan Aru dan Dinas Sosial untuk mencari kelima pemuda tersebut. Akhirnya, mereka ditempatkan di bawah naungan Dinas Sosial dengan perlakuan yang baik.
Setelah tiket kepulangan dikirim, kelima pemuda tersebut dijemput oleh Dinas Sosial Provinsi Aceh dan tiba di Aceh Timur pada Sabtu (23/8/2025) sekitar pukul 12.00 WIB. Mereka kini kembali ke kampung halaman dalam kondisi yang sudah stabil.
0 Komentar