
Desakan untuk Mengusut Tambang Ilegal di Halmahera Timur
Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Peduli Rakyat (Gempur) menyerukan kepada Mabes Polri dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengusut dugaan aktivitas tambang ilegal yang berlangsung di wilayah Halmahera Timur, Maluku Utara. Koordinator Gempur, Ahmad Rizki Baihaqi, menyebutkan bahwa salah satu perusahaan tambang yang diduga terlibat dalam kegiatan ilegal tersebut adalah PT Wana Kencana Mineral (WKM).
Ahmad menilai bahwa PT WKM diduga melanggar Undang-Undang Minerba karena melakukan produksi tanpa izin reklamasi. Selain itu, perusahaan ini juga disebut tidak mematuhi UU tentang jaminan reklamasi yang harus disetor. Menurutnya, Pemprov Maluku Utara telah menetapkan Jaminan Reklamasi Tahap Operasi Produksi 2018–2022 dengan nilai sebesar Rp13,45 miliar. Namun, sampai saat ini, PT WKM hanya melakukan satu kali pembayaran, yaitu pada tahun 2018 sebesar Rp124 juta.
Langkah-langkah yang Diminta
Gempur menuntut agar PT WKM diberi sanksi pencabutan izin usaha. Hal ini dilakukan karena pada tahun 2021, PT WKM diduga menjual 90 ribu metrik ton bijih nikel yang merupakan aset sitaan negara. Oleh karena itu, pihaknya meminta kepolisian segera mengusut tuntas kejahatan lingkungan yang diduga dilakukan oleh PT WKM.
Selain itu, Gempur juga mengajak BPK untuk turun tangan dan mengaudit laporan keuangan PT WKM guna mencari dana yang seharusnya digunakan sebagai jaminan reklamasi. Terlebih, isu tambang ilegal juga menjadi atensi Presiden Prabowo Subianto, yang menegaskan akan menertibkan 1.063 tambang ilegal di seluruh Indonesia.
Laporan dari Koalisi Masyarakat Sipil
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil yang mengatasnamakan Anatomi Pertambangan Indonesia (API) juga membuat laporan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan pertambangan ilegal di Provinsi Maluku Utara. Laporan tersebut disampaikan secara langsung kepada Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin, di Gedung Utama Kejagung.
Direktur Eksekutif API, Riyanda Barmawi, menyatakan bahwa surat yang dikirimkan tersebut tak terlepas dari kunjungan kerja Jaksa Agung ke wilayah Maluku Utara. Dalam kunjungan tersebut, Burhanuddin sempat menyampaikan pentingnya pengawasan terhadap aktivitas tambang ilegal yang berpotensi merugikan negara dan merusak lingkungan.
Tindakan yang Diambil
Riyanda menyampaikan dukungan penuh terhadap langkah-langkah tegas yang telah diambil oleh Jaksa Agung. Ia menilai bahwa komitmen tersebut sejalan dengan kebutuhan masyarakat Maluku Utara yang selama ini terdampak oleh lemahnya penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan yang tidak sesuai aturan.
Ia juga menyoroti adanya dugaan pelanggaran hukum oleh PT WKM, termasuk tidak memiliki dokumen rencana reklamasi dan pascatambang (JAMREK) yang sah. Dokumen ini menjadi syarat mutlak untuk penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Tanpa dokumen ini, seluruh kegiatan pertambangan ore nikel menjadi tidak sah secara administratif.
Selain itu, ada dugaan penjualan ilegal sebesar 90 ribu ton ore nikel yang merupakan barang sitaan negara, tanpa prosedur lelang atau putusan pengadilan. Hal ini menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dan indikasi tindak pidana korupsi. Bahkan, PT WKM diduga menggunakan kawasan hutan untuk pertambangan tanpa izin dari Kementerian Kehutanan.
Permohonan Penyelidikan
Atas dasar hal-hal tersebut, API memohon kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan pelanggaran hukum oleh PT WKM. Mereka juga meminta agar pihak-pihak yang terlibat dalam proses perizinan yang tidak sesuai prosedur diusut.
0 Komentar