
Krendang: Pecinan yang Menyimpan Rasa Roti Srikaya
Jalan Krendang memiliki ciri khas yang berbeda dari jalan-jalan lain di Jakarta. Aroma makanan Tionghoa tercium dengan kuat, dan banyak tempat makan yang menawarkan hidangan khas Singkawang. Di sepanjang jalan, banyak penjual roti srikaya yang menjajakan produk mereka. Beberapa makanan B2 juga mudah ditemukan di area ini.
Saat tiba di sana, banyak warga keturunan Tionghoa sedang menyantap makanan. Meski hari masih sore, suasana mulai memasuki waktu maghrib. Jalan Krendang tampak penuh kehidupan dan menunjukkan sisi terbaiknya. Tujuan saya bukan untuk makan daging B2, tetapi mencari roti srikaya.
Saya pertama kali mendengar tentang roti srikaya beberapa bulan lalu saat saudara dari Pontianak berkunjung ke Jakarta. Ia banyak bercerita tentang Pontianak, termasuk kuliner khasnya seperti roti srikaya. “Yang enak itu merek Tet Fai,” katanya. Saya tidak menyangka bahwa di Jakarta ada roti srikaya dengan merek tersebut. Ini membuat saya penasaran untuk mencobanya.
Di satu sisi, mencoba makanan khas suatu kota di luar kotanya kurang menantang, tetapi di sisi lain, ini memberikan kemudahan karena tidak perlu pergi ke kota asalnya. Itulah awal cerita saya menghabiskan waktu sejenak di Jalan Krendang.
Saya mendengar bahwa banyak penjual roti srikaya di sana. Namun, baru setelah mengenal lebih dalam, saya sadar bahwa Jalan Krendang lebih mirip Little Singkawang atau pecinan. Banyak orang dari Singkawang tinggal di daerah ini, sehingga banyak kuliner khas Singkawang tersedia.
Meskipun tidak diketahui pasti kapan migrasi warga Singkawang ke Krendang dimulai, dari catatan usaha kuliner yang ada, beberapa sudah berdiri sejak 1980-an. Mungkin bahkan sebelum itu. Roti Srikaya sendiri lebih tepat disebut sebagai makanan khas Singkawang. Bahkan, masyarakat Pontianak dan sekitarnya sangat mengenal dan menyukainya.
Jarak dari stasiun Duri ke lokasi roti srikaya yang saya tuju sekitar 850 meter. Untungnya, saya memilih berjalan kaki, sehingga bisa merasakan bagaimana jalanan ini bernapas di sore hari. Benar saja, banyak penjual roti srikaya di sepanjang jalan, tetapi saya melewatkan mereka karena sudah mengetahui satu nama toko.
Banyak tempat makan di sepanjang jalan menggunakan nama Singkawang. Contohnya Bakso Sapi 21 Aphen Singkawang, Nasi Campur Khas Singkawang Alin 91, Bakmi Singkawang SAM, Bakmi Singkawang dan Chinese Food A'ang 51, serta lainnya. Jika tidak menyebut kata Singkawang, biasanya mereka akan menambahkan nama Kalimantan.
Saya tidak mampir ke salah satu kedai karena khawatir tidak halal, meski rekan non-Muslim mungkin senang menemukan tempat ini. Mereka mengatakan babi adalah salah satu makanan terenak. Meski begitu, banyak literasi menyebut bahwa kuliner di sini juga banyak yang halal. Tapi, untuk saya, lebih baik ditunda dulu agar tidak ragu.
Deretan kedai itu membuat saya sadar bahwa tinggal hampir 10 tahun di Jakarta tidak menjamin saya benar-benar tahu seluk beluknya. Rupanya, pecinan bukan hanya Petak Sembilan dan Glodok, tapi juga Krendang. Meski secara geografis tidak terlalu jauh.
Sejarah mencatat bahwa pada masa VOC, warga Tionghoa sengaja dikumpulkan dan diisolasi dalam satu wilayah yang kini dikenal sebagai Petak Sembilan. Tujuannya adalah melindungi orang Belanda pasca pembantaian terhadap 10 ribu warga etnis Tionghoa. Kawasan itu justru tumbuh menjadi pusat perekonomian dan perdagangan.
Setelah berjalan beberapa menit dengan keringat yang mulai membasahi punggung, akhirnya saya menemukan toko srikaya yang dicari. Tempatnya kecil, hanya untuk menjual dan bukan untuk makan di tempat. Saya membeli roti srikaya dengan dua model, yaitu kukus dan panggang. Kami juga memesan satu selai untuk dibawa pulang.
Mbak penjaga bilang selai mereka hanya tahan 3 hari, tetapi saya tetap memakannya meski sudah seminggu di kulkas. Nyatanya, saya baik-baik saja sampai sekarang. Ya, roti srikaya adalah roti biasa dengan selai srikaya yang dibuat hangat. Namun, selainya tidak membuat kapok, tidak terlalu manis, dan tidak meninggalkan after taste tertentu. Roti yang sederhana tapi membuat ketagihan.
Langit mulai gelap, jalanan dan kedai-kedai makan di Krendang semakin ramai pengunjung. Saya berjalan kembali menuju stasiun Duri. Hari itu, saya tidak hanya berhasil menemukan roti srikaya terenak, tetapi juga cerita tentang orang-orang Singkawang yang bermigrasi dan bertahan hidup di Jakarta.
0 Komentar