Tuduhan China sebagai Dalang Spionase di Selandia Baru

Featured Image

Ancaman Keamanan yang Mengkhawatirkan di Selandia Baru

Laporan tahunan terbaru dari Dinas Intelijen Keamanan Selandia Baru (SIS) mengungkap ancaman keamanan yang semakin meningkat, termasuk campur tangan asing dan aksi spionase yang dinilai sangat berisiko. Laporan dengan judul New Zealand’s Security Threat Environment menyoroti peningkatan aktivitas yang dilakukan oleh negara-negara tertentu, khususnya China, Rusia, dan Iran.

China sebagai Pihak Utama dalam Aktivitas Spionase

Direktur Jenderal Keamanan SIS, Andrew Hampton, menyampaikan bahwa lingkungan ancaman di Selandia Baru sedang memburuk dan berdampak langsung pada keselamatan serta keamanan negara. Ia menjelaskan bahwa ketegangan antarnegara, perpecahan sosial, serta keresahan publik semakin memperparah situasi tersebut.

Dalam laporan tersebut, China disebut sebagai pihak yang paling dominan dalam aktivitas spionase. Selain itu, Rusia dan Iran juga dikaitkan dengan upaya memengaruhi pemerintahan maupun masyarakat Selandia Baru. Mereka diduga mencoba memperoleh akses ke teknologi sensitif melalui cara-cara tersembunyi dan menipu. China dinilai sangat agresif dalam memperluas pengaruhnya di kawasan Pasifik, termasuk di Selandia Baru.

Laporan ini juga menyebutkan peran United Front Work Department, sebuah lembaga yang bertugas membangun pengaruh luar negeri. Organisasi ini kerap menggunakan metode manipulatif, koersif, hingga tidak etis, yang bisa berdampak negatif bagi bisnis dan institusi di Selandia Baru. Meskipun sebagian aktivitasnya bisa memberikan dampak positif, sering kali ada agenda tersembunyi di baliknya.

Selain itu, SIS juga memperingatkan pelaku usaha terkait hukum keamanan nasional China yang memaksa individu dan perusahaan bekerja sama dengan intelijen negaranya. Situasi ini dapat mengancam kepentingan ekonomi Selandia Baru. Badan tersebut juga mengungkap adanya penggunaan jaringan bisnis, universitas, hingga lembaga kajian sebagai sarana untuk mengumpulkan informasi.

Ancaman Ekstremisme Domestik yang Meningkat

Selain ancaman dari luar, SIS juga khawatir terhadap meningkatnya ancaman ekstremisme tunggal di dalam negeri. Fenomena ini dipicu oleh proses radikalisasi di ruang daring yang sangat terpolarisasi. Anak muda dan individu rentan dinilai paling mudah terpengaruh, sehingga berpotensi melakukan serangan mendadak yang sulit diprediksi.

Laporan SIS juga menyinggung praktik represi lintas negara. Sejumlah komunitas diaspora di Selandia Baru ditekan agar ikut mengawasi dan mengumpulkan informasi, meski negara yang dimaksud tidak disebutkan secara spesifik. Selain itu, aktivitas spionase asing yang tidak terdeteksi hampir pasti terjadi. Target utama mencakup kebijakan pemerintah, aliansi keamanan, hingga riset teknologi canggih. Sebagian besar serangan itu dilancarkan lewat jalur siber yang menyasar infrastruktur vital.

China Membantah Tuduhan dan Selandia Baru Memperkuat Pertahanan

China dengan tegas membantah tuduhan SIS yang dianggap tidak berdasar. Kedutaan Besar China di Wellington menyatakan kekecewaannya terhadap laporan tersebut. Mereka menilai tuduhan-tuduhan tersebut hanya mengulang fitnah dan tuduhan yang dibuat di tempat lain, dikemas ulang untuk audiens Selandia Baru.

Di sisi lain, Selandia Baru semakin aktif dalam aliansi intelijen Five Eyes bersama Australia, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat. Pemerintah juga mengumumkan investasi sebesar 2,7 miliar dolar Selandia Baru (setara Rp25,6 triliun) untuk memperkuat angkatan pertahanannya. Langkah ini diumumkan bersamaan dengan rilis laporan SIS tersebut.

Isu Terkini Terkait Perdagangan dan Produksi

Selain isu keamanan, beberapa berita terkini juga menjadi perhatian. Misalnya, China memperpanjang tenggat waktu penyelidikan impor susu dari Uni Eropa. Harga kelapa yang tidak turun juga menjadi perhatian, dengan ekspor ke China dan Eropa menjadi biang keroknya. Di sisi lain, Jepang, China, dan India membangun pusat produksi mobil di Afrika Selatan.

0 Komentar