Dari Rantai ke Wangi Lavender: Pemulihan Jiwa di Desa Pangauban

Featured Image

Kehidupan Deni: Dari Pasung ke Pembuatan Lilin Aromaterapi

Di sebuah sudut Desa Pangauban, Kecamatan Batu Jajar, Kabupaten Bandung Barat, aroma lavender menguar dari salah satu ruangan. Di tengah meja kayu panjang, beberapa cetakan lilin tersusun rapi. Di ujung meja, Deni (45) sedang memegang plastik cetakan lilin terakhir dengan tangan yang lincah. Sementara di sampingnya, Eko (37) mengaduk wajan kecil berisi stearic acid, minyak jelantah yang sudah dibeningkan, paraffin, dan essential oil.

Setelah adonan selesai, Eko bersama Rani, volunteer dari Lentera Jiwa, menuangkannya ke dalam cetakan dengan hati-hati. Setiap langkah dilakukan pelan-pelan agar tidak ada adonan yang menetes ke meja. Deni mengatakan bahwa hari ini mereka membuat lilin aromaterapi lavender, tetapi ia lebih suka yang dibuat kemarin dengan aroma mint.

Sambil menunggu adonan lilin kering, Deni bercerita tentang kegiatannya sehari-hari. Ia membantu adiknya di konveksi tas rumahan dengan tugas membalikkan tas dan membersihkan sisa jahitan. Setelah itu, ia pergi ke kandang untuk membantu memberi makan kambing.

Sebagai penyintas orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), Deni dan keluarganya merasa pencapaian mereka saat ini sangat luar biasa. Mereka tak menyangka bahwa kepindahan ke Desa Pangauban membawa cahaya bagi kehidupan mereka.

Dari Pasung Menuju Cahaya

Deni memiliki perjalanan berliku sejak kecil. Dari usia 8 tahun, ia sering dianggap nakal dan dimarahi orangtuanya. Sikapnya semakin agresif hingga akhirnya dipasung dengan rantai di kaki dan dikurung di dalam kamar. Keluarganya mencoba berbagai upaya untuk membuatnya pulih, termasuk membawanya ke Riau 11 (rumah sakit jiwa). Namun kondisinya tak kunjung membaik.

Pada tahun 2012-2013, keluarganya memutuskan pindah ke Pangauban, Bandung Barat. Di rumah barunya, Deni tetap dipasung. Hingga tahun 2017, tim Desa Siaga Pangauban melakukan pengecekan setelah menerima laporan dari Dinas Sosial. Saat itu, kondisi Deni sangat memprihatinkan, tidak terurus dengan rambut dan kukunya yang sangat panjang.

Ketua Lentera Jiwa, Ating Nugraha, menjelaskan bahwa mereka membawa Deni ke RSJ Cisarua menggunakan ambulans beserta pasung dan gergaji. Setelah dirawat, kondisinya membaik. Temuan kasus ini memicu pendataan melalui RT dan RW untuk mengetahui apakah ada warga lain yang membutuhkan bantuan medis.

Lentera Jiwa: Rumah yang Menyembuhkan

Pada tahun 2022, Lentera Jiwa dibentuk sebagai program pemberdayaan masyarakat yang berfokus pada ODGJ yang telah pulih. Program ini bertujuan untuk memberikan edukasi, pelatihan keterampilan, serta menciptakan program bersama seperti bengkel, tempat cuci kendaraan, dan pengembangan UMKM.

Salah satu produk yang dihasilkan adalah Pepaya Mustofa dan lilin aromaterapi. Minyak jelantah yang dihasilkan diolah menjadi lilin terapi. Semua program ini dibuat berkelanjutan dan melibatkan sahabat jiwa, yaitu ODGJ yang telah pulih.

Tini, volunteer Lentera Jiwa, menjelaskan bahwa jumlah ODGJ di desa mencapai 40 orang pada 2017. Beberapa di antaranya pindah atau meninggal, sehingga saat ini tersisa 23 orang. Dari jumlah tersebut, 5 orang sudah mandiri dan dapat membantu keluarganya.

Suara Para Penyintas

Eko (37), lulusan SMK, divonis ODGJ setelah ayahnya meninggal. Setelah menjalani pengobatan di RSJ Cisarua, ia aktif di Lentera Jiwa bersama kakaknya, Lesmana (41), yang mengalami depresi. Eko bekerja di bengkel dengan honor Rp 15.000 per hari. Bagi mereka, ruang ini bukan sekadar tempat kerja, tapi rumah kedua tempat mereka bisa diterima tanpa label.

Pemulihan Bukan Sekadar Obat

Menurut data Kementerian Kesehatan, jumlah masyarakat Indonesia yang mengalami gangguan mental diperkirakan mencapai 500.000 orang. Pemulihan ODGJ tidak hanya masalah obat, tetapi juga dukungan keluarga dan lingkungan. Herlina Agustin, peneliti Universitas Padjadjaran (Unpad), menekankan pentingnya dukungan masyarakat dalam pemulihan ODGJ.

Masih ada stigma bahwa gangguan jiwa adalah kutukan Tuhan, sehingga membuat ODGJ sulit pulih dan kambuh. Dukungan dari Lentera Jiwa membantu ODGJ seperti Kokom, yang kini kakaknya mulai mandiri dan membantu perekonomian keluarga.

Dukungan CSR

Bantuan mesin jahit, pelumas di bengkel, dan ruang untuk berkumpul tidak lepas dari sentuhan Pertamina melalui program CSR. Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat, Eko Kristiawan, menjelaskan bahwa program Lentera Jiwa sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs).

Program ini menekankan aspek sosial dengan menciptakan lingkungan inklusif dan ramah bagi ODGJ. Dengan melibatkan berbagai pihak, program-program keberlanjutan ini dapat menciptakan dampak positif yang signifikan, tidak hanya untuk ODGJ, namun juga untuk masyarakat secara keseluruhan.

Lentera Jiwa merupakan satu upaya sekelompok warga desa yang peduli akan sesama. Bahwa setiap jiwa berhak atas ruang untuk sembuh, diterima, dan bersinar kembali.

0 Komentar