Melestarikan Tradisi Pesantren, Kyai Zuhri Tekankan Pentingnya Bahtsul Masa’il

KH. Moh. Zuhri Zaini dalam pembukaan  Bahtsul Masa’il yang berlangsung di aula 1 Pondok Pesantren Nurul Jadid, Kamis (23/1).(Foto: Humas Nurul Jadid for Gubuk Inspirasi)

Probolinggo, Gubuk Inspirasi
– Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid (PPNJ) Probolinggo, KH Moh. Zuhri Zaini, menekankan pentingnya Bahtsul Masa’il (BM) sebagai pelestari tradisi pesantren dan sarana menjaga warisan intelektual para ulama terdahulu. Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam sambutan pembukaan kegiatan Bahtsul Masa’il yang berlangsung di aula 1 Pondok Pesantren Nurul Jadid, Kamis (23/1).

Bahtsul Masa’il, yang diikuti oleh 22 delegasi pesantren se-Jawa Timur, mulai dari Pamekasan hingga Banyuwangi, menjadi ruang diskusi bagi para santri untuk membahas problematika keagamaan dan kebangsaan. Dalam kesempatan itu, Kyai Zuhri menyampaikan harapannya agar kegiatan ini dapat menjadi bagian dari syiar Islam sekaligus ajang memperkuat tradisi kajian kitab turats yang menjadi identitas pesantren.

“Adanya acara ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Semoga dengan kegiatan ini, Allah menambahkan nikmat-Nya kepada kita semua,” ujar Kyai Zuhri dalam sambutannya.

Pesantren sebagai Inti Nahdlatul Ulama


Dalam acara tersebut, KH Moh. Zuhri Zaini juga menyoroti peran penting pesantren dalam tubuh Nahdlatul Ulama (NU). Menurutnya, pesantren adalah inti dari NU, dan oleh karena itu, keberadaan NU harus senantiasa dipimpin oleh individu-individu yang memiliki latar belakang pesantren.

"Ketika NU dipimpin oleh kelompok luar, maka arah perjuangan NU bisa berubah. Seperti yang disampaikan oleh Kyai Miftah, NU itu adalah pesantren besar, sedangkan pesantren adalah NU kecil,” tegasnya.

Lebih lanjut, Kyai Zuhri menambahkan bahwa NU adalah wadah perjuangan yang harus dijaga dan dilestarikan. Pesantren, sebagai bagian dari NU, boleh beradaptasi dengan perkembangan zaman, namun tidak boleh kehilangan jati diri dan nilai-nilai yang diwariskan oleh para ulama terdahulu.

“Sebagai warga NU, kita boleh mengembangkan pesantren sesuai zaman. Tapi jangan sampai jati diri pesantren hilang,” imbuhnya.

Bahtsul Masa’il sebagai Syiar Agama


Bahtsul Masa’il yang digelar di Pondok Pesantren Nurul Jadid ini tidak hanya menjadi forum diskusi, tetapi juga wadah pengembangan pemikiran para santri. Dalam acara ini, panitia menunjuk Kyai Muhibbul Aman Aly sebagai mushohih (validator) dan Gus Roy Fadli serta Gus Ibrahim sebagai perumus Bahtsul Masa’il.

Ketua panitia, Ainul Yakin, turut menegaskan bahwa Bahtsul Masa’il adalah upaya memperkuat identitas pesantren melalui pengkajian kitab turats. Menurutnya, kegiatan ini menjadi bukti bahwa pesantren tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga mampu menjawab tantangan zaman melalui kajian yang relevan.

“Seperti yang disampaikan oleh pengasuh, Bahtsul Masa’il ini merupakan pengembangan ruh pesantren, yaitu kajian kitab turats. Inilah wujud syiar agama,” ungkap Ainul.

Dengan mengutamakan teks-teks turats sebagai rujukan utama, Bahtsul Masa’il menjadi forum yang mempertemukan santri dari berbagai daerah untuk bertukar gagasan dan berdiskusi mengenai berbagai persoalan fiqh. Hal ini tidak hanya memperkuat tradisi ilmiah di kalangan pesantren, tetapi juga mendorong para santri untuk terus belajar dan berpikir kritis.

Kegiatan Bahtsul Masa’il di Pondok Pesantren Nurul Jadid tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga simbol dari komitmen pesantren untuk terus melestarikan tradisi kajian Islam klasik. KH Moh. Zuhri Zaini berharap agar santri tetap semangat dalam menjaga warisan ulama terdahulu melalui pengkajian kitab turats.

“Adanya Bahtsul Masa’il ini adalah penyemangat bagi santri untuk terus melestarikan tradisi ulama terdahulu. Kita semua harus menjaga agar pesantren tetap menjadi pusat keilmuan Islam,” tutup Kyai Zuhri.

Kegiatan ini diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi para peserta dan memperkuat hubungan antarpesantren di Jawa Timur. Melalui Bahtsul Masa’il, tradisi pesantren sebagai benteng keilmuan dan moral umat terus terjaga sekaligus menjadi bukti nyata peran pesantren dalam menghadapi tantangan keummatan dan kebangsaan. (*)

0 Komentar