Mie Ayam Legendaris di Umbulharjo Jogja, Wajib Dicoba Pecinta Kuliner, 50 Menit dari Klaten

Featured Image

Warung Mie Ayam Bu Tumini: Legenda Kuliner di Yogyakarta

Warung Mie Ayam Bu Tumini yang berada di Umbulharjo, Yogyakarta, menjadi salah satu destinasi favorit bagi para penggemar makanan. Meski lokasinya hanya sekitar 50 menit dari Klaten, warung ini memiliki daya tarik yang sangat kuat dan menjadi bagian penting dari kota Yogyakarta.

Rasa yang Menggugah Selera

Mie ayam Bu Tumini dikenal dengan rasa yang khas dan unik. Kuah kaldu ayam yang kental dan berwarna kecokelatan memberikan sensasi yang istimewa. Dominasi rasa manis yang kuat menciptakan keseimbangan yang sempurna antara rasa gurih dan manis. Potongan ayam yang empuk dan lembut serta mie yang tipis dan kenyal membuat setiap suapan menjadi pengalaman yang menyenangkan.

Meskipun warung ini terlihat sederhana, letaknya di pinggir jalan tidak mengurangi ketenarannya. Bahkan, warung ini telah menjadi ikon kuliner yang dikenal hingga ke luar kota. Banyak orang yang rela datang jauh-jauh hanya untuk mencicipi hidangan legendaris ini.

Sejarah Awal Mula

Kisah sukses Bu Tumini dimulai dari kepiawaian suaminya, Suparman, dalam membuat mie. Ilmu ini didapat dari saudaranya di Cirebon, Jawa Barat. Pada akhir tahun 1980-an, mereka membawa ilmu tersebut ke Kota Yogyakarta. Awalnya, pasangan ini menyewakan gerobak mie ayam kepada pedagang keliling di kawasan Kotagede.

Dengan biaya sewa harian Rp 500, mereka juga menyuplai mie basah sebagai bahan utama. Baru pada tahun 1990, mereka memutuskan untuk membuka warung sendiri dengan modal dari hasil sewa gerobak. Lokasi awalnya berada di Jalan Imogiri Timur—yang kemudian menjadi rumah dari mie ayam legendaris di Yogyakarta.

Perjalanan Menuju Kesuksesan

Awalnya, penjualan tidak terlalu ramai. Hanya sekitar 30 hingga 60 porsi per hari dengan harga Rp 250 per mangkuk. Namun segalanya berubah ketika pada tahun 1996, Suparman mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Warung sempat lesu karena dikelola oleh kerabat selama Bu Tumini fokus merawat suaminya.

Setelah suaminya meninggal, Bu Tumini tidak menyerah dan kembali menghidupkan usahanya. Dengan tekad yang kuat, ia perlahan-lahan mengembalikan popularitas mie ayamnya. Popularitas mulai melejit ketika media sosial mulai berkembang di awal tahun 2000-an. Banyak netizen dan food vlogger yang mengulas cita rasa unik dari mie ayam Bu Tumini, sehingga warungnya semakin dikenal.

Antrean Panjang dan Pengunjung dari Berbagai Daerah

Sejak saat itu, antrean panjang di depan warung menjadi pemandangan biasa. Setiap hari, warung mampu melayani ratusan pengunjung. Tidak sedikit pengunjung yang datang dari luar kota Yogyakarta bahkan luar pulau. Bu Tumini bekerja keras untuk menjaga cita rasa mie ayam agar tidak mengecewakan pelanggan.

Setelah bekerja selama 20 tahun, Bu Tumini meninggal dunia pada 8 Februari 2020 di Rumah Sakit Rajawali Citra, Bantul. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan para pecinta mie ayam. Ia dikuburkan di Jatiayu, Gunungkidul, berdampingan dengan mendiang suaminya.

Keluarga yang Menjaga Tradisi

Anak-anak Bu Tumini kini mengurus warung dan menjaga tradisi yang sudah dibangun oleh ibunya. Salah satu anak tinggal di Sleman dan memperluas usaha dengan membuka cabang lain bernama Junior Satu. Anak kedua mengelola warung utama di Jalan Imogiri Timur, sementara anak ketiga membuka usaha serupa di sekitar markas Brimob dan Jalan Affandi.

Ketiga anak tersebut tetap menjaga rasa mie ayam yang otentik. Bumbu mie ayam dari keempat cabang tetap disuplai dari dapur utama di warung Giwangan, yakni bumbu racikan Bu Tumini. Dengan begitu, citarasa yang khas tetap terjaga dan menjadi ciri khas warung Mie Ayam Bu Tumini.

0 Komentar