
Sejarah Penjualan Alaska dari Rusia ke Amerika Serikat
Alaska, yang kini menjadi salah satu negara bagian Amerika Serikat, memiliki sejarah panjang yang terkait erat dengan Rusia. Salah satu peristiwa penting dalam sejarah ini adalah penjualan wilayah tersebut dari Kekaisaran Rusia kepada Amerika Serikat pada tahun 1867. Keputusan ini masih menjadi topik perdebatan di Rusia hingga saat ini.
Awal Minat Rusia terhadap Alaska
Minat Rusia terhadap Alaska bermula pada tahun 1725 ketika Tsar Peter Agung mengirimkan penjelajah Vitus Bering untuk mengeksplorasi pesisir wilayah itu. Sejak abad ke-18, Alaska kemudian menjadi koloni Rusia yang dikelola oleh perusahaan dagang Russian-American Company (RAC). Perusahaan ini memonopoli perdagangan bulu berang-berang laut, gading walrus, dan barang-barang seperti es serta teh yang diekspor ke berbagai negara.
Meskipun awalnya berhasil, pengelolaan Alaska oleh Rusia terbukti sulit. Jumlah penduduk Rusia di sana tidak pernah melebihi 800 orang, sehingga sulit bagi Moskow untuk membangun koloni dalam skala besar. Selain itu, tantangan geografis seperti komunikasi jarak jauh dan iklim ekstrem membuat produksi pangan sangat sulit.
Alasan Penjualan Alaska
Pada akhirnya, RAC kehilangan sumber utama pendapatannya setelah populasi berang-berang laut mulai menurun. Perusahaan ini bahkan harus disubsidi negara sebesar 200.000 rubel per tahun—sekitar Rp 40,3 juta saat ini—yang merupakan jumlah besar pada masa itu. Beban finansial ini semakin berat setelah Rusia kalah dalam Perang Crimea (1853–1856), yang menguras kas negara.
Selain itu, Rusia juga menghadapi konflik dengan Suku Tlingit yang sering terlibat bentrokan di Alaska. Ancaman lain datang dari Inggris yang menguasai jalur laut di sekitar Alaska dan bisa merebut wilayah tersebut jika perang kembali pecah.
Negosiasi Penjualan Alaska
Dalam kondisi seperti itu, pada tahun 1859, Rusia mulai mempertimbangkan untuk menjual Alaska. Hubungan diplomatik antara Moskow dan Washington yang tengah menghangat turut mendukung ide tersebut. Setelah tertunda akibat Perang Saudara Amerika, negosiasi kembali dibuka pada Desember 1866. Tsar Alexander II mengutus diplomat Baron Eduard de Stoeckl untuk berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS, William H. Seward.
Kesepakatan tercapai pada 30 Maret 1867. Rusia resmi menjual Alaska kepada AS dengan harga 7,2 juta dollar AS (sekitar Rp 116,7 miliar) atau sekitar dua sen per acre. Pembayaran dilakukan dalam bentuk emas.
Motif Amerika dalam Membeli Alaska
Amerika Serikat membeli Alaska karena beberapa alasan. Pada era 1840-an, AS tengah diliputi semangat ekspansionisme. Dalam tulisan tahun 1848, William Seward menyatakan bahwa populasi AS akan mengalir tanpa henti hingga penghalang es di utara dan bertemu peradaban oriental di tepi Samudra Pasifik.
Selain potensi perdagangan dengan China dan Jepang, "Negeri Paman Sam" juga khawatir tentang kemungkinan Inggris memperluas pengaruhnya di kawasan itu. Meski awalnya pembelian Alaska dikritik dan dijuluki sebagai “Seward’s Folly” atau “Seward’s Icebox”, anggapan itu berubah drastis setelah ditemukannya emas di Yukon pada 1896.
Manfaat Ekonomi dan Strategis
Pada masa Perang Dunia II, Alaska terbukti menjadi wilayah strategis secara militer. Pada 3 Januari 1959, Alaska resmi menjadi negara bagian ke-49 Amerika Serikat. Sejak saat itu, AS meraih manfaat ekonomi besar dari 370 juta acre wilayah Alaska. Berbagai sumber daya alam seperti minyak paus, tembaga, emas, kayu, ikan, seng, timbal, dan cadangan minyak dalam jumlah besar memberi pendapatan hingga ratusan miliar dollar AS.
Sentimen Nasionalis di Rusia
Kini, topik tentang Alaska kembali mengemuka di Rusia, terutama dalam wacana nasionalis. Pada Juli 2022, Ketua Parlemen Duma Rusia, Vyacheslav Volodin, bahkan menyebut Alaska sebagai “wilayah sengketa”. Namun, Presiden Vladimir Putin menanggapi isu tersebut dengan santai. Dalam pernyataannya pada 2014, ia berujar sambil bergurau, "Sayangku, untuk apa kau butuh Alaska? Terlalu dingin di sana."
Meski begitu, sebagian warga Rusia tetap menganggap Alaska sebagai “tanah beruang asli” yang hilang dan patut dikembalikan. Sentimen ini bahkan diabadikan dalam lirik lagu band favorit Putin, Lyube, yang berbunyi, “Berhenti main-main, Amerika... Dan kembalikan tanah Alaska kami.”
Walau demikian, secara resmi, Rusia tidak pernah menyatakan bahwa penjualan Alaska kepada Amerika Serikat merupakan tindakan ilegal. Klaim-klaim semacam itu belakangan terbukti keliru dan hanya beredar di media sosial tanpa dasar hukum yang jelas.
0 Komentar