Menerjang Perbatasan Indonesia-Malaysia di Aruk, Ujung Kalimantan Barat

Featured Image

PLBN Aruk: Gerbang Kedaulatan yang Menjadi Pusat Kehidupan Perbatasan

Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk di Sajingan Besar, Sambas, Kalimantan Barat, menjadi salah satu titik penting dalam hubungan antarnegara. Sebagai gerbang penghubung Indonesia dengan Malaysia, kawasan ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat perlintasan administratif, tetapi juga sebagai pusat kegiatan sosial dan ekonomi.

Pengalaman Menjelajahi PLBN Aruk

Perjalanan dimulai dari Plaza Indonesia Pasar Wisata Aruk yang memiliki ukuran sekitar 80 meter dengan arsitektur dominan warna coklat. Di area ini, terdapat stan makanan dan minuman yang ramai dikunjungi warga setempat. Di sisi kanan pasar, berdiri Masjid Jami’ Nur Huda yang berdampingan dengan Gereja Katolik Stasi Santo Petrus Sebunga. Keduanya bercat putih dengan ornamen bebatuan yang menjadi ikon kerukunan antarumat beragama di kawasan perbatasan.

Tepat di depan gereja terdapat Wisma Indonesia, gedung empat lantai sepanjang 50 meter bercat putih dan abu-abu. Gedung ini difungsikan sebagai tempat tinggal pekerja yang bertugas di kawasan PLBN Aruk. Dari wisma menuju bangunan inti PLBN berjarak sekitar 140 meter.

Saat memasuki kawasan utama, pengunjung disambut tulisan Badan Nasional Pengelola Perbatsan (BNPP) lengkap dengan bendera Merah Putih berkibar di sisinya. Tulisan itu berbunyi: “Badan Nasional Pengelola Perbatasan Republik Indonesia, Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara, Asisten Deputi Pengelolaan Lintas Batas Negara, Pos Lintas Batas Negara Aruk, Jalan Merdeka, Desa Sebunga, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat”.

Bangunan utama PLBN membentang sepanjang 180 meter, lengkap dengan area parkir mobil dan motor. Kawasan ini diapit perbukitan sehingga terasa sejuk dan tertata. Kepala PLBN Aruk, Victorius Dunan, menjelaskan bahwa kawasan ini terdiri dari dua bagian utama, yakni zona inti dan zona penunjang. Zona inti digunakan untuk kegiatan dan pengawasan lintas batas negara, sedangkan zona penunjang berisi fasilitas ekonomi dan sosial seperti pasar wisata, wisma Indonesia, mess, hingga tenant untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat.

Arus Pelintas dan Layanan yang Efisien

Meski telah beroperasi delapan tahun, penggunaan Surat Perjalanan Lintas Batas (SPLB) oleh warga perbatasan terbilang kecil. "Paling maksimal hanya 10 orang per hari, itu pun warga lokal yang menjual hasil pertanian ke Biawak, Malaysia. Warga lebih memilih paspor karena bisa sampai ke Kuching dan Kelundu," jelasnya.

Secara keseluruhan, arus pelintas di PLBN Aruk mencapai sekitar 600 orang per hari. Mayoritas berasal dari luar Sambas, seperti Singkawang, Bengkayang, hingga Pontianak, dengan tujuan berobat, wisata, atau bekerja di Malaysia. Victorius menyebut, PLBN Aruk terus meningkatkan kecepatan pelayanan. Proses administrasi yang sebelumnya memakan waktu hingga 15 menit kini dipangkas agar lebih efisien.

Selain aspek administrasi, keamanan menjadi perhatian utama di PLBN Aruk. Victorius menegaskan bahwa pengamanan dilakukan berlapis. "Kami memiliki Satgas Pamtas RI–Malaysia, saat ini dari Batalion Arhanud 1 Kostrad. Selain itu ada PAMDAL BNPP, serta dukungan dari Polsek Sajingan Besar dan Polres Sambas," ujarnya.

Di perbatasan, TNI juga bekerja sama dengan Tentera Darat Malaysia (TDM) melalui pos gabungan bersama (Gapma) di kawasan Biawak. Koordinasi rutin juga dilakukan antara petugas imigrasi, bea cukai, dan karantina dari kedua negara.

PLBN Aruk sebagai Lokus Pertumbuhan Ekonomi

Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan BNPP, Mayor Jenderal TNI (Purn) Ramses Limbong, menyebut PLBN Aruk sebagai representasi strategi nasional menghadirkan negara di garis depan. "PLBN bukan hanya gerbang, tapi lokus pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya pasar, rumah ibadah, hingga fasilitas sosial, kawasan ini akan menstimulasi ekonomi warga sekitar," kata Ramses.

Menurut dia, kehadiran PLBN juga menjadi sarana memperkuat identitas nasional. "Dengan meningkatnya ekonomi masyarakat, mereka akan semakin bangga sebagai bagian dari Indonesia," ujarnya. Ramses menyebut, kendala yang dihadapi lebih pada keterbatasan anggaran dan fasilitas yang perlu ditingkatkan. Namun, hal itu tidak mengurangi fungsi PLBN sebagai pusat pelayanan.

Suara Warga Perbatasan

Kehadiran PLBN Aruk juga membuka jalur ekspor hasil laut dari Sambas ke Malaysia. Hal itu dirasakan oleh Dery (40), warga Selakau yang rutin mengirim ikan, udang, dan cumi ke negeri tetangga. "Biasanya seminggu dua kali. Sekali kirim bisa sampai 42 boks, per boksnya 100 kilogram," ujar Dery saat ditemui.

Ia mengaku telah empat tahun menekuni usaha ini. Kendala utama hanya pada sistem kepabeanan yang sesekali mengalami gangguan. "Kalau sistem Bea Cukai down, baru agak lambat. Selebihnya aman," ujarnya. Dery mengatakan, produk hasil laut Sambas mendapat sambutan baik di Malaysia.

Titik Nol Gerbang NKRI

Dari bangunan utama PLBN Aruk, perjalanan mengarah ke utara sekitar 550 meter menuju gerbang batas negara. Jalan lurus beraspal ini dinaungi pepohonan rindang di kanan dan kiri, menciptakan suasana sejuk. Sesampainya di gerbang, tampak pintu masuk resmi Indonesia dengan gapura besar bertuliskan “Selamat Datang di Indonesia” di sisi kanan, dan “Welcome to Indonesia” di sisi kiri dari arah Malaysia.

Huruf-huruf timbul berwarna putih kontras dengan latar abu-abu, menjadi penanda tegas wilayah kedaulatan. Di depan gapura, berkibar bendera Merah Putih berdampingan dengan tiang penyangga kokoh berlapis cat hitam. Sementara di bagian tengah berdiri lambang garuda berwarna emas, menjadi simbol kedaulatan yang menyambut setiap orang yang melintas.

Tak jauh di sisi kanan, terdapat halte kecil dengan kursi panjang yang digunakan warga perbatasan yang baru tiba dari Malaysia. Mereka biasanya menunggu mobil operasional PLBN yang mengangkut menuju area luar. Beberapa orang tampak duduk santai sambil menenteng tas atau kardus barang bawaan.

Suasana di titik nol ini cukup dinamis. Lalu lalang kendaraan, mulai dari mobil ekspor hasil laut hingga kendaraan pribadi, terlihat keluar-masuk dengan pengawasan ketat petugas imigrasi dan kepabeanan. Sesekali, terdengar suara klakson truk atau percakapan dalam bahasa Indonesia bercampur Melayu.

Di seberang jalan, tampak gerbang Malaysia di kawasan Biawak yang berdiri tidak jauh dari garis batas. Pemandangan ini menegaskan betapa dekatnya interaksi antarwarga dua negara di kawasan perbatasan.

Dengan segala fasilitas dan fungsi strategisnya, PLBN Aruk kini bukan hanya menjadi pintu resmi Indonesia–Malaysia, melainkan juga wajah baru bagi masyarakat di garis terdepan negeri. Dari pasar wisata, rumah ibadah, hingga aktivitas ekspor hasil laut, kawasan ini menunjukkan bahwa perbatasan bukan lagi sekadar garis pemisah, melainkan ruang hidup yang terus berkembang.

0 Komentar