Menteri Perhubungan Akan Bubarkan Jembatan Timbang, Ini Tanggapan Felix Iryantomo

Featured Image

Peran dan Fungsi Jembatan Timbang dalam Pengawasan Angkutan Barang

Jembatan Timbang (JT) memiliki peran penting dalam pengawasan angkutan barang di Indonesia. Namun, beberapa waktu lalu, Menteri Perhubungan menyatakan rencana untuk membubarkan JT dengan alasan bahwa jembatan tersebut menjadi tempat pungutan liar (pungli). Pernyataan ini menimbulkan berbagai pertanyaan terkait kebenaran tuduhan tersebut.

Para petugas JT dan pengemudi angkutan barang yang sering melintasi jembatan tersebut mungkin lebih paham tentang kondisi sebenarnya. Dalam sejarah, pada tahun 1985, saat masa Orde Baru, Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), Laksamana Sudomo, memerintahkan penutupan semua JT yang beroperasi di seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1985. Selain itu, atribut seragam aparat Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (LLAJ) juga diperintahkan untuk “dihancurkan”.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Ir. Giri Suseno, MSME, kemudian mengeluarkan Instruksi Nomor L.1/1./11 Tahun 1985, yang menyuruh seluruh aparat LLAJ baik pusat maupun daerah untuk fokus pada tugas-tugas transportasi murni.

Kembali ke pernyataan Menteri Perhubungan, perlu dipertanyakan apakah ada oknum petugas yang ditangkap karena melakukan pungli. Jika ada, apakah mereka sudah diberi sanksi? Pertanyaan ini penting agar pernyataan Menteri benar-benar didasarkan pada fakta, bukan sekadar tuduhan tanpa dasar. Hal ini juga bisa menghindari demotivasi bagi petugas di lapangan.

Sejak dibentuknya Unit Kerja Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) di seluruh Indonesia, pengelolaan JT berada di bawah BPTD, yang merupakan kepanjangan tangan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Dengan sistem ini, pengelolaan JT seharusnya seragam dan tidak ada perbedaan antar daerah, termasuk kompetensi SDM yang ditugaskan.

Fungsi JT sebenarnya tidak hanya untuk mengetahui pelanggaran lebih muatan dan lebih dimensi truk (ODOL), tetapi juga sebagai lokasi pendataan asal dan tujuan barang yang diangkut oleh seluruh truk. Data ini sangat penting sebagai indikator perekonomian daerah. Sayangnya, hampir tidak pernah ada publikasi data tersebut yang bisa diakses oleh publik.

Menhub juga menyampaikan rencana pengganti pembubaran JT dengan memasang perangkat Weigh In Motion (WIM), yang mampu menimbang kendaraan dalam keadaan bergerak. Rencana ini sudah dibahas dengan PT. Jasa Marga, salah satu BUMN operator jaringan jalan tol di Indonesia.

Namun, pertanyaan muncul: bagaimana Kementerian Perhubungan mengawasi angkutan barang di jalan nasional yang belum memiliki jaringan jalan tol? Terlebih jika dikaitkan dengan target pemerintah untuk mencapai Indonesia zero Truk ODOL pada tahun 2027. Pernyataan Menteri Perhubungan ini dinilai kurang selaras dengan target tersebut.

Mungkin, Menteri Perhubungan perlu melakukan perjalanan keliling Indonesia menggunakan moda jalan. Contohnya, dapat dimulai dengan Tour Sumatera menjelang akhir tahun 2025, kemudian Tour Jawa pada semester pertama tahun 2026, dan seterusnya. Dengan perjalanan ini, Menteri dapat memperoleh data nyata tentang kondisi angkutan jalan yang menjadi urat nadi logistik dan perekonomian Indonesia.

Dari perjalanan tersebut, Menteri dapat memperoleh gambaran yang lebih lengkap, sehingga dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan dan keputusan dalam menjalankan tugas dan fungsi Kementerian Perhubungan.

0 Komentar