BP Taskin: Petani Harus Berhenti Jualan Mentah, Indramayu Butuh Industrialisasi

Featured Image

Pendekatan Baru untuk Mengurangi Kemiskinan di Indramayu

Indramayu, yang dikenal sebagai salah satu daerah sentra pertanian dan perikanan di Jawa Barat, kini tengah menghadapi tantangan struktural dalam pengentasan kemiskinan. Kepala Badan Percepatan Penanganan Kemiskinan (BP Taskin), Budiman Sudjamitko, menilai bahwa pendekatan lama berbasis program bantuan sementara tidak lagi efektif. Ia menyarankan agar daerah ini segera mempercepat jalur industrialisasi pertanian untuk menciptakan solusi jangka panjang.

Budiman menegaskan bahwa masalah kemiskinan bukan hanya sekadar soal bantuan langsung, tetapi lebih dari itu. Diperlukan strategi sistemik yang berkelanjutan dan melibatkan berbagai sektor. Menurutnya, industrialisasi pertanian menjadi pilihan yang tepat karena Indramayu memiliki dasar ekonomi yang kuat di bidang pertanian dan perikanan.

Model Ekonomi Semi Closed-Loop Supply Chain (SCLSC)

Untuk mewujudkan transformasi tersebut, BP Taskin dan Pemerintah Kabupaten Indramayu akan menggunakan model ekonomi semi closed-loop supply chain (SCLSC). Model ini dirancang untuk menghubungkan pelaku usaha dari hulu ke hilir, mulai dari petani, koperasi, UMKM, hingga dukungan pemerintah dan swasta.

Dengan SCLSC, petani tidak hanya terbatas pada produksi, tetapi juga diarahkan untuk ikut dalam rantai pengolahan pascapanen, distribusi, dan pemasaran. Pendekatan ini diharapkan mampu meningkatkan produktivitas, menambah nilai jual, memperluas daya saing, serta menciptakan keberlanjutan usaha tani.

“Selama ini petani dan pelaku kecil berjalan sendiri-sendiri. Skema ini akan memaksa terbentuknya jejaring yang kuat, sehingga keuntungan tidak hanya dinikmati segelintir pihak besar, tetapi sampai ke masyarakat kecil,” ujar Budiman.

Peran Bupati Indramayu dalam Transformasi Ekonomi

Bupati Indramayu, Lucky Hakim, menyambut baik langkah ini sebagai peluang untuk membongkar kebiasaan lama. Ia menilai potensi besar Indramayu belum dikelola secara terpadu. Daerah pesisir utara Jawa Barat ini dikenal sebagai sentra padi, hortikultura, perikanan, serta UMKM berbasis bahan baku lokal.

Lucky menekankan bahwa jika hanya berproduksi lalu menjual mentah, petani akan terus dalam posisi lemah. Dengan industrialisasi pertanian, semua sektor bisa bergerak bersama, dari hulu ke hilir. Ini menjadi saatnya membangun jejaring ekonomi baru yang inklusif.

Ia menambahkan bahwa pendekatan SCLSC akan mengurangi ketergantungan petani pada tengkulak dan memperluas akses pasar. Dengan demikian, keuntungan dapat dibagi lebih merata, terutama bagi kelompok masyarakat miskin.

Membangun Ekosistem Ekonomi Lokal yang Mandiri

Skema baru ini sejatinya merupakan kritik terhadap model pembangunan lama yang cenderung sektoral. Banyak program bantuan berakhir tanpa dampak signifikan karena tidak diikuti dengan sistem pasar yang kokoh.

SCLSC mencoba menutup celah itu. Dengan mengintegrasikan produksi, pengolahan, dan distribusi, pelaku usaha kecil bisa terhubung ke rantai nilai yang lebih besar. Jika berjalan konsisten, model ini diharapkan menciptakan ekosistem ekonomi lokal yang mandiri, berdaya saing, sekaligus tahan terhadap gejolak pasar.

"Indramayu, yang selama ini dikenal sebagai lumbung pangan, sering kali tertinggal dalam hal industrialisasi. Nilai tambah dari pertanian masih banyak dinikmati di luar daerah karena bahan baku dijual mentah tanpa pengolahan," katanya.

Lucky menegaskan bahwa Indramayu tidak boleh terus bergantung pada pola lama. Industrialisasi pertanian adalah pilihan realistis agar kesejahteraan benar-benar dirasakan sampai tingkat bawah.

Jika berhasil, kata Lucky, Indramayu bukan hanya akan dikenal sebagai daerah penghasil beras, tetapi juga pusat industri pertanian modern yang mampu menyerap tenaga kerja, menciptakan produk bernilai tambah, dan memperkuat daya saing daerah.

0 Komentar