Langkah tersebut ditandai dengan pelaksanaan kegiatan diseminasi riset, serah terima Memorandum of Agreement (MoA), serta penyerahan policy brief yang digelar di Ruang Pertemuan Agus Salim, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Probolinggo, Senin (November 2025). Kegiatan ini menjadi bagian dari hilirisasi riset berjudul DIGIDETOX-QU: Model Intervensi Sosial dan Inovasi Pembelajaran untuk Meningkatkan Kompetensi Sosial-Religius Anak di Kabupaten Probolinggo.
Acara tersebut dihadiri langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Probolinggo, Hery Thahjono, SE., MM., serta tim peneliti dari UPN Veteran Jawa Timur dan Universitas Nurul Jadid. Turut hadir perwakilan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Agama Islam SMP, Kelompok Kerja Guru (KKG) PAI SD Kabupaten Probolinggo, serta jajaran kepala bidang SD, SMP, dan Kebudayaan di lingkungan Dikdaya Probolinggo. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan dialog bersama Wakil Bupati Probolinggo dan penyerahan policy brief sebagai bahan rekomendasi kebijakan daerah.
Dalam sambutannya, Hery Thahjono menegaskan bahwa persoalan penggunaan gawai pada anak tidak bisa lagi dipandang sebagai isu teknis semata. Menurutnya, tantangan dunia digital telah menyentuh aspek karakter, ketahanan sosial, hingga kesehatan mental anak. Ia menilai riset DIGIDETOX-QU hadir dengan pendekatan yang relevan karena berangkat dari konteks lokal Kabupaten Probolinggo.
“Masalah gawai ini bukan hanya soal durasi, tetapi juga menyangkut pembentukan karakter. Model DIGIDETOX-QU memberikan kerangka yang jelas, terukur, dan sesuai dengan nilai sosial-religius yang hidup di masyarakat Probolinggo,” ujarnya. Ia juga menyampaikan bahwa Dikdaya membuka ruang agar rekomendasi riset tersebut dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan pendidikan daerah.
Riset DIGIDETOX-QU sendiri didanai oleh Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia melalui skema Program Hilirisasi Riset Prioritas–SINERGI. Penelitian ini melibatkan 20 sekolah mitra yang tersebar di empat kawasan utama Kabupaten Probolinggo, yakni wilayah timur, barat, pesisir, dan pegunungan. Sebanyak 370 siswa dan 356 orang tua turut menjadi responden dalam riset tersebut.
Ketua tim peneliti, Yuli Candrasari, M.Si., memaparkan bahwa hasil penelitian menunjukkan kecenderungan yang perlu segera ditangani. Siswa tingkat SMP tercatat memiliki durasi penggunaan gawai atau screen time yang lebih tinggi dibandingkan siswa SD. Selain itu, hampir seluruh responden, baik dari jenjang SD maupun SMP, mengaku mengalami kegelisahan ketika tidak memegang gawai, dengan dominasi respon datang dari siswa laki-laki. Dari sisi keluarga, pengawasan orang tua terhadap anak SMP juga ditemukan lebih longgar dibandingkan pengawasan terhadap anak SD.
Berdasarkan temuan tersebut, tim peneliti merancang sejumlah solusi terintegrasi. Solusi itu meliputi pengembangan modul intervensi sosial DIGIDETOX, inovasi pembelajaran melalui Kelas Literasi Sosial dengan metode CERIA, penyusunan materi tematik Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) dan Furudhul Ainiyah, serta penyusunan policy brief yang diarahkan untuk integrasi dalam kurikulum muatan lokal.
Empat rekomendasi utama diajukan kepada Pemerintah Kabupaten Probolinggo, yakni integrasi model DIGIDETOX-QU dalam Kurikulum Karakter Digital Nasional, perancangan Peraturan Bupati terkait buku ajar tematik BTQ dan Furudhul Ainiyah, penerapan Standar Sekolah Digital Sehat Qur’ani (SRDQ), serta pelaksanaan riset lanjutan dan evaluasi kebijakan oleh lembaga daerah.
Yuli Candrasari menegaskan bahwa tujuan utama riset ini adalah memastikan hasil penelitian tidak berhenti sebagai laporan akademik. “Kami berharap DIGIDETOX-QU benar-benar diimplementasikan sebagai kebijakan yang melindungi dan membimbing anak-anak dalam menghadapi ekosistem digital,” ujarnya. (*)
0 Komentar